Senin, 05 Juni 2017

Yang Huang Lim Guru Shufa (Seni Kaligrafi Tiongkok)

SHARE

Sekolah Sutomo, Medan, Yang Huang Lim terpikat seni kaligrafi Tiongkok (shufa) sejak kanak-kanak, yakni ketika di Sekolah Sutomo, Medan. Di sekolah itu pula Huang Lim, begitu ia akrab di sapa, mempelajari bahasa mandarin. “Saya mencintai kaligrafi ini sejak kecil karena waktu nulis, hati dan pikiran kita bisa tenang dan fokus pada tulisan kita,” ujar pria kelahiran 4 April 1940. “Apalagi menulis shufa bisa membuat tubuh sehat dan panjang umur.” 

Sekitar tahun 1970-an, Huang Lim mencoba peruntungan ke Jakarta. Ia pun menjalankan usaha antar jemput anak sekolah. Setelah pensiun, barulah di tahun 2003 kakek 3 cucu ini kembali bersua dengan shufa. “Saya kembali mendapat kesempatan untuk memperdalam shufa di Perkasi dan belajar di sana selama hingga tahun 2006,” ujar Huang Lim.

Setelah cukup mahir menulis shufa, di tahun 2007, seniman shufa yang ahli di gaya penulisan kaishu ini bergabung dengan Yayi Culture and Art Centre dan mendapat kesempatan menjadi guru shufa sekaligus salah satu pengurus Yayi. Beragam prestasi pernah didapatkan, seperti penghargaan kategori Baik atau juara 4 di kejuaraan kaligrafi Shanghai Phang Shu tahun 2007 dan 2008 yang diikuti dari 6000 lebih peserta setiap tahunnya.

Huang Lim juga merasakan suka dan duka selama menjadi guru shufa. “Yang sulit adalah saat mengajar anak kecil karena daya tangkap mereka masih kurang,” ujar Huang Lim. “Apalagi di Indonesia ini yang bisa bahasa mandarin sangat kurang. Kebanyakan usia 50 tahun ke atas yang baru bisa berbahasa mandarin.”

Profesinya sebagai guru shufa di Yayi hanyalah kerja sosial dan tidak mencari keuntungan materi. “Tujuan saya hanya untuk mendorong agar kaligrafi ini bisa berkembang di Indonesia,” ujar Huang Lim. “Jangan sampai putus hanya karena yang suka seni kaligrafi ini hanyalah orang yang sudah berumur.”


Namun Huang Lim tetap bersyukur bahwa sekarang peminat seni shufa di Indonesia sudah mulai banyak, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang usia lanjut. Menurut Huang Lim, shufa memang tidak memerlukan pendidikan formal seperti sekolah-sekolah. “Kuncinya adalah harus rajin berlatih. Kalau tidak, tidak akan jadi ahli shufa,” ujar pria yang mengaku sejak tahun 2003 terbiasa menulis shufa setiap hari. @ julia
SHARE

Author: verified_user

0 komentar: