Sekolah Sutomo, Medan, Yang Huang
Lim terpikat seni kaligrafi Tiongkok (shufa) sejak kanak-kanak, yakni ketika di
Sekolah Sutomo, Medan. Di sekolah itu pula Huang Lim, begitu ia akrab di sapa,
mempelajari bahasa mandarin. “Saya mencintai kaligrafi ini sejak kecil karena
waktu nulis, hati dan pikiran kita bisa tenang dan fokus pada tulisan kita,” ujar
pria kelahiran 4 April 1940. “Apalagi menulis shufa bisa membuat tubuh sehat
dan panjang umur.”
Sekitar tahun 1970-an, Huang Lim mencoba
peruntungan ke Jakarta. Ia pun menjalankan usaha antar jemput anak sekolah.
Setelah pensiun, barulah di tahun 2003 kakek 3 cucu ini kembali bersua dengan
shufa. “Saya kembali mendapat kesempatan untuk memperdalam shufa di Perkasi dan
belajar di sana selama hingga tahun 2006,” ujar Huang Lim.
Setelah cukup mahir menulis
shufa, di tahun 2007, seniman shufa yang ahli di gaya penulisan kaishu ini
bergabung dengan Yayi Culture and Art Centre dan mendapat kesempatan menjadi
guru shufa sekaligus salah satu pengurus Yayi. Beragam prestasi pernah
didapatkan, seperti penghargaan kategori Baik atau juara 4 di kejuaraan
kaligrafi Shanghai Phang Shu tahun 2007 dan 2008 yang diikuti dari 6000 lebih
peserta setiap tahunnya.
Huang Lim juga merasakan suka dan
duka selama menjadi guru shufa. “Yang sulit adalah saat mengajar anak kecil
karena daya tangkap mereka masih kurang,” ujar Huang Lim. “Apalagi di Indonesia
ini yang bisa bahasa mandarin sangat kurang. Kebanyakan usia 50 tahun ke atas
yang baru bisa berbahasa mandarin.”
Profesinya sebagai guru shufa di
Yayi hanyalah kerja sosial dan tidak mencari keuntungan materi. “Tujuan saya
hanya untuk mendorong agar kaligrafi ini bisa berkembang di Indonesia,” ujar
Huang Lim. “Jangan sampai putus hanya karena yang suka seni kaligrafi ini
hanyalah orang yang sudah berumur.”
Namun Huang Lim tetap bersyukur
bahwa sekarang peminat seni shufa di Indonesia sudah mulai banyak, mulai dari
anak-anak, remaja, hingga orang usia lanjut. Menurut Huang Lim, shufa memang
tidak memerlukan pendidikan formal seperti sekolah-sekolah. “Kuncinya adalah
harus rajin berlatih. Kalau tidak, tidak akan jadi ahli shufa,” ujar pria yang
mengaku sejak tahun 2003 terbiasa menulis shufa setiap hari. @ julia
0 komentar: